RSS

Global and National Mental Health and Psychosocial Problems and Mental Health System


Apakah yang menyebabkan sakit itu?
Apa hanya gangguan fisik semata?
Bisakah kita sakit tapi secara medis tidak ada gangguan secara fisik?
Apa efeknya jika ternyata sakit itu bukan karena fisiknya?
Lalu bagaimana cara menanggulanginya?

Berdasarkan pertanyaan diatas, saya berusaha menguraikan pendapat saya. Tulian dibawa ini akan menjelaskan sedikit tentang kebijakan dalam pelayanan system kesehatan mental. Tujuan khususnya yaitu mengerti masalah kesehatan mental dan psikososial, ini penting karena tidak hanya masalah secara fisik saja yang dapat menimbulkan sakit atau keluhan. Dan bagaimanakah penanggulangannya di pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, serta bagaimana memahami pelayanannya berdasarkan sumberdaya yang tersedia di tingkat tersebut.
Prevalensi masalah gangguan mental dan perilaku di popilasi umum mencapai 25 % dari populasi yg mengalami ganguan tersebut 40% dikarenakan kesalahan dalam mendiagnosis suatu penyakit sehinggga mengakibatkan banyaknya uang yang harus dikeluarkan untuk membiayai treatment dan tes-tes penunjang dengan percuma. 69% pasien datang dengan keluhan fisik namun tidak ditemukan adanya tanda tanda suatu penyakit misalnya seorang pasien datang dengan keluhan hipertensi kemudian di beri obat namun beberapa hari kemudian datang kembali dengan keluhan yang sama hal ini bias terjadi karena  seorang dokter tidak memeriksa kondisi mentalnya bisa saja yang menjadi masalah bukan kondisi fisiknya namun masalah mental, kemungkinan pasien tersebut menalami stress sehingga kurang tidur atau melakukan hal yg menyebabkan kondisi fisiknya tidak sehat dan munculah keluhan seperti hipertensi dan yang lainnya. Untuk itu sebagai seorang dokter kita harus jeli dalam melihat keluhan pasien tidak hnaya berorientasi pada masalah fisiknya saja.
Didunia sekarang ini terjadi tranformasi dan transisi dari penyakit infeksi ke non infeksi dan mental hal ini desebabkan oleh perubahan gaya hidup dan perilaku. Berdasarkan survei yang dilakukan di pulau Kalimantan dari jumallah subjek penelitian sebanyak 65.664 didapatkan hasil prevalensi gangguan mental yaitu 5-14 years: 104/1000, > 15 years: 140/1000 sementar di 11 kota lainnya dewasa 185 / 1000, nilai idealnya 100/1000 saja itu digolongkan masyarakat yang mendapatkan menanganan mental penuh. hal ini menunjuka tingginya gangguan mental di Indonesia. Gangguan mental juga dapat meninggkat didaerah yang mengalami konflik seperti pada konflik Aceh pada tahun 2002 dilakukan survei di tingkat pelayanan primer di 10 kabupaten ditemukan 51,10% mengalami gangguan mental.
Gangguan mental ini penting untuk diperhatikan karena jika tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan penderitan yang berkepanjangan bagi individu, keluarga, komunitas, atau negara karena pasien akan tidak produktif dan akan mengalami ketergantungan.
Permasalahan kesehatan mental di suatu komunitas dapat menyebabkan individu-individu yang menderita gangguan mental menjadi kurang/tidak produktif dan ini mampu menghambat secara langsung perkembangan Pemerintah terutama dalam sektor kesehatan.Gangguan kesehatan mental juga tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan saja, namun kehidupan sehari-hari seperti meningkatnya angka kriminalitas, angka perceraian, angka kekerasan pada anak-anak, angka pengangguran dll.Sehingga agar tidak terjadinya instabilitas dalam setiap sektor kepemerintahan diperlukan suatu penanganan serius dari semua pihak terutama pihak yang berkecimpung dalam sektor pelayanan kesehatan.
Kebanyakan masyarakat beranggapan orang yang mengalami gangguan mental mayor sudah tidak dapat diterima di komunitas ini merupakan stigma atau anggapan yang salah. Seharusnya pasien dengan gangguan mental mayor tidak perlu dibiarkan atau bahkan ada yang dipasung, diperlukan treatment dan kepercayaan serta bimbingan agar mereaka dapat kembali ke komunitasnya. Sementara itu gangguan mental cenderung susah untuk didiagnosis, gangguan mental minor yang biasanya ditemukan di komunitas siperti cemas, depresi. Kebanyakan dokter cenderung berkonsentrasi pada keluhan fisik yang ditreatment namun keadaan mentalnya tidak diurus sehingga tidak menyelesaikan masalah pasien secara tuntas dan hanya membuang waktu, biaya serta treatment yang tidak efektif.
Melihat dari besarnya efek yang ditimbulkan oleh gangguan mental maka dibentuklah suatu kebijakan dalam pelayanan kesehatan mental yang mempunyai tujuan untuk mendeteksi dan merawat masalah kesehatan mental di tingkat primer atau puskesmas sebagai lini depan di Indonesia. Semakin dini gangguan mental ini dideteksi maka prognosisnya akan semakin baik, dan akan menemukan penanganan yang tepat jika tidak dapat ditangani maka dapat dirujuk segera ke tingkat yang lebih tinggi.
Sistem kesehatan mental nasional terdiri dari pelayanan tingkat pertama yang terintegrasi serta dapat mencakup semua area baik yang dikota maupun desa dengan harapan dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.Sistem ini dibuat untuk memecahkan masalah kesehatan mental dan mendeteksi lebih dini sehingga dapat dapat dibedakan antara kelainan mental dan kelainan fisik.Selain itu untuk melruskan pandangan masyarakat tentang anggapan gangguan mental yang salah. Dengan system yang baik maka akan mengurangi angka kesalah diagnosis gangguan mental sehingga dapat mengurangi biaya dan tepan dalam treatmenya
Indonesia sendiri sudah memulai program ini sejak tahun 1980 dimana berbagai usaha sudah dilakukan seperti diadakannya pelatihan-pelatihan terhadap tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan area-area yang jauh dari sarana pelayanan kesehatan pusat (rumah sakit-rumah sakit besar). Namun lagi-lagi usaha ini kurang berjalan dengan lancar dikarenakan adanya hambatan-hambatan seperti waktu yang kurang bagi tenaga kesehatan, kurangnya pengetahuan tentang gangguan mental baik di masyarakatnya maupun di tenaga kesehatannya, cara diagnosis yang meitikberatkan kepada keluhan utama dimana keluhan itu sendiri didominasi oleh keluhan fisik sehingga menyebabkan bias lagi dalam pengobatan dan penanganannya.
Berdasarkan pada hambatan yang terjadi maka dibuatlah kebijakan yaitu dengan melakukan pelatihan lebih mendalam dengan memfokuskan pada materi  tentang gangguan fisik dengan factor emisional sebagai masalah utamanya bagi dokter dan perawat di tinggat pertama pelayanan primer. Tentu saja pelayanan kesehatan mental harus ada di setiap puskesmas atau pelayanan tingkat pertama diluar puskesmas dan menjadi tanggung jawab dari dokter, perawat, bidan serta pekerja medis lainnya sesuaidengan kopetensinya masing-masing. Suatu dinas kesehatan juga wajib melakukan pelatihan konseling kepada pekerja medis yang bertujuan untuk mengenali gejala gangguan mental dan dapat mendeteksi secara dini gangguan mental tersebut.
Kesimpulannya adalah masalah kesehatan mental dan psikososial merupakan masalah yang serius dan memerlukan suatu penanganan yang tepat, tidak hanya berorientasi pada masalah fisik semata. Dengan begitu maka perlu dibuat fasilitas fasilitas yang dapat mencakup dan menangani masalah tersebut dimuali dari puskesmas dengan program penanganan gangguan mental serta pelatihan bagi tenaga kesehatan yang menanganinya, sehingga dokter, perawat, bidan, wajib memiliki kopetensi untuk menangani gangguan mental yang terjadi di masyarakat.

“Health is a state of complete physical, mental and social well-being
                and not merely the absence of disease or infirmity”


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment